Haris Rusli Moti
JAKARTA - Gedung DPR di Senayan Jakarta, tak berbeda jauh dengan showroom mobil mewah. Tengok saja, parkiran di gedung wakil rakyat tersebut. Mobil-mobil mewah tersebut kerap dijumpai di tempat parkir.
Sejumlah anggota DPR periode 2009-2014 diketahui memang sering membawa mobil mewah yang harganya lebih dari Rp1 miliar.
Di tengah kondisi masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sepertinya tak elok jika wakil rakyat justru mempertontonkan kemewahan. Wajarkah, mereka menyuguhkan kemewahan? Dan apa penyebab mereka memamerkan semua kemewahan tersebut?
Berikut petikan wawancara singkat okezone dengan aktivis Petisi 28, Haris Rusli Moti terkait perilaku anggota DPR yang gemar mempertontonkan kemewahan.
Bagaimana penilaian Anda tentang semakin banyaknya Anggota DPR yang membawa mobil mewah di tengah kondisi masyarakat saat ini?
Saya lihat ini di luar kewajaran mereka sebagai wakil rakyat. Di tengah keprihatinan yang tinggi karena rata-rata rakyat masih melarat. Ada 100 juta lebih masyarakat yang masih di bawah kemiskinan. Saya prihatin, mereka tega mempertontonkan semua itu tanpa rasa malu.
Bahkan saya prihatin hal ini justru dilakukan oleh sebagian nama yang dulunya adalah aktivis yang dulu turut serta dalam kejatuhan Soeharto. Mereka justru tidak menjadi pelopor. Seharusnya mereka hidup lebih sederhana lebih prihatin.
Menurut Anda apa yang membuat anggota DPR kerap mempertontonkan kemewahan tanpa rasa malu?
Ukuran keberhasilan seorang anggota DPR, saat ini sudah berubah. Keberhasilan hanya dilihat berdasarkan uang. Dan ini problem sangat serius dan mendasar. Di era reformasi ini arah politik sudah mengalami perubahan. Value atau filosofi kita berpolitik sudah jauh.
Politik pada tahun 1945 dilihat sebagai seni sebagai cara untuk memperjuangkan kepentingan bangsa, di era reformasi politik di distorsi menjadi seni menipu orang, seni memperkaya diri sendiri, distorsinya jauhnya sekali.
Definisi partai politik juga berbeda. Jaman dulu ketika Soekarno membangun Partai Nasionalis Indonesia (PNI) bertujuan sebagai alat untuk mengusir penjajah, alat untuk membangun kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi, partai politik menjadi alat untuk menipu rakyat, alat untuk memperkaya diri sendiri.
Apa yang menyebabkan perubahan tersebut?
Semua perubahan definisi ini terjadi akibat perubahan amandemen UUD 1945, khususnya pemilihan langsung. Lihat saja, pilkada langsung. Setiap pilkada rakyat selalu diiming-imingi uang. Kita disodorkan satu fakta politik. Jadi di kepala rakyat, politik itu duit.
Uang sebagai panglima, telah menjadi barometer politik untuk menentukan keberhasilan seorang anggota DPR. Saat ini orang miskin yang modal dasarnya idealisme takkan masuk dunia politik. Parahnya lagi dosa besar ini terus dijalankan SBY.
Saya mengharapkan, khususnya kepada teman-teman aktivis pelopor untuk mendobrak kekacauan dan keterbelakangan nilai-nilai berpolitik. Tapi sayangnya justru teman-teman ini justru ikut dalam arus dan tak mampu menghentikan kekacauan.
Apa solusi terbaik, agar DPR tak selalu menunjukkan kemewahan?
Solusinya satu, Revolusi. Karena hanya itu yang bisa membersihkan jiwa dan mental politisi pejabat yang sudah terjangkit liberalisme. Saat ini ukurannya serba materi. Rata-rata kita susah mengubah nasib satu kemunduran. Ini kerusakan, lebih parah dari Soeharto. Jantung moral dan akhlak bangsa sudah rusak tidak ada yang tersisa.
Sejumlah anggota DPR periode 2009-2014 diketahui memang sering membawa mobil mewah yang harganya lebih dari Rp1 miliar.
Di tengah kondisi masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sepertinya tak elok jika wakil rakyat justru mempertontonkan kemewahan. Wajarkah, mereka menyuguhkan kemewahan? Dan apa penyebab mereka memamerkan semua kemewahan tersebut?
Berikut petikan wawancara singkat okezone dengan aktivis Petisi 28, Haris Rusli Moti terkait perilaku anggota DPR yang gemar mempertontonkan kemewahan.
Bagaimana penilaian Anda tentang semakin banyaknya Anggota DPR yang membawa mobil mewah di tengah kondisi masyarakat saat ini?
Saya lihat ini di luar kewajaran mereka sebagai wakil rakyat. Di tengah keprihatinan yang tinggi karena rata-rata rakyat masih melarat. Ada 100 juta lebih masyarakat yang masih di bawah kemiskinan. Saya prihatin, mereka tega mempertontonkan semua itu tanpa rasa malu.
Bahkan saya prihatin hal ini justru dilakukan oleh sebagian nama yang dulunya adalah aktivis yang dulu turut serta dalam kejatuhan Soeharto. Mereka justru tidak menjadi pelopor. Seharusnya mereka hidup lebih sederhana lebih prihatin.
Menurut Anda apa yang membuat anggota DPR kerap mempertontonkan kemewahan tanpa rasa malu?
Ukuran keberhasilan seorang anggota DPR, saat ini sudah berubah. Keberhasilan hanya dilihat berdasarkan uang. Dan ini problem sangat serius dan mendasar. Di era reformasi ini arah politik sudah mengalami perubahan. Value atau filosofi kita berpolitik sudah jauh.
Politik pada tahun 1945 dilihat sebagai seni sebagai cara untuk memperjuangkan kepentingan bangsa, di era reformasi politik di distorsi menjadi seni menipu orang, seni memperkaya diri sendiri, distorsinya jauhnya sekali.
Definisi partai politik juga berbeda. Jaman dulu ketika Soekarno membangun Partai Nasionalis Indonesia (PNI) bertujuan sebagai alat untuk mengusir penjajah, alat untuk membangun kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi, partai politik menjadi alat untuk menipu rakyat, alat untuk memperkaya diri sendiri.
Apa yang menyebabkan perubahan tersebut?
Semua perubahan definisi ini terjadi akibat perubahan amandemen UUD 1945, khususnya pemilihan langsung. Lihat saja, pilkada langsung. Setiap pilkada rakyat selalu diiming-imingi uang. Kita disodorkan satu fakta politik. Jadi di kepala rakyat, politik itu duit.
Uang sebagai panglima, telah menjadi barometer politik untuk menentukan keberhasilan seorang anggota DPR. Saat ini orang miskin yang modal dasarnya idealisme takkan masuk dunia politik. Parahnya lagi dosa besar ini terus dijalankan SBY.
Saya mengharapkan, khususnya kepada teman-teman aktivis pelopor untuk mendobrak kekacauan dan keterbelakangan nilai-nilai berpolitik. Tapi sayangnya justru teman-teman ini justru ikut dalam arus dan tak mampu menghentikan kekacauan.
Apa solusi terbaik, agar DPR tak selalu menunjukkan kemewahan?
Solusinya satu, Revolusi. Karena hanya itu yang bisa membersihkan jiwa dan mental politisi pejabat yang sudah terjangkit liberalisme. Saat ini ukurannya serba materi. Rata-rata kita susah mengubah nasib satu kemunduran. Ini kerusakan, lebih parah dari Soeharto. Jantung moral dan akhlak bangsa sudah rusak tidak ada yang tersisa.
by kristian